MAKASSAR - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait perubahan syarat ambang batas minimum perolehan suara partai politik (parpol) untuk mengusung pasangan calon (paslon) dalam Pilkada mendapat sambutan positif dari berbagai pihak, termasuk Relawan Perubahan Sulawesi Selatan (RPS).
Keputusan MK ini dinilai penting, terutama mengingat wacana mengenai potensi hanya adanya calon tunggal alias kotak kosong dalam Pemilihan Gubernur Sulawesi Selatan (Pilgub Sulsel) mendatang.
Baca juga:
Tony Rosyid: Anies Memang Beda
|
Ketua RPS, Asri Tadda, menyatakan bahwa putusan tersebut membuka peluang bagi parpol yang tidak memiliki kursi di DPRD untuk tetap mengusung paslon di Pilgub Sulsel.
"Partai seperti Partai Ummat, Perindo, PSI, PBB, dan PKN, meskipun tanpa kursi di parlemen, kini dapat berkoalisi untuk mengusung calon di Pilgub Sulsel mendatang. Selain itu, partai besar seperti NasDem, Gerindra, Golkar, PKB, Demokrat, dan PPP juga dapat mengusulkan paslon mereka sendiri, " ujar Asri Tadda, merespons putusan MK.
Asri juga menekankan bahwa keputusan MK ini memberikan kesempatan lebih luas bagi parpol, termasuk yang non-parlemen, untuk berpartisipasi dalam Pilkada. "Kami berharap Pilgub Sulsel mendatang dapat berjalan damai dan lancar dengan menghadirkan pemimpin terbaik yang mampu mendorong perubahan dan perbaikan bagi daerah ini, " tambahnya.
Relawan Perubahan Sulsel menyambut dengan gembira putusan MK yang dianggap menjaga demokrasi dengan memberi ruang partisipasi kepada parpol non-parlemen.
Di Sulawesi Selatan, putusan ini memberikan angin segar untuk menghindari kemungkinan adanya calon tunggal dalam Pilgub.
Sebagai informasi, berdasarkan putusan MK, parpol yang memperoleh minimal 7, 5?ri total suara sah pada Pemilu Legislatif 2024, atau sekitar 382.006 suara, sudah dapat mengusulkan calon kepala daerah.
Sebelumnya, MK memutuskan bahwa partai atau gabungan partai politik peserta Pemilu dapat mengajukan calon kepala daerah meski tidak memiliki kursi di DPRD. Putusan ini merupakan hasil dari gugatan perkara nomor 60/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh Partai Buruh dan Partai Gelora.
Dalam sidang yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, pada Selasa (20/8), hakim MK mengabulkan sebagian gugatan tersebut dan menyatakan Pasal 40 ayat (3) Undang-Undang Pilkada sebagai inkonstitusional.
Pasal ini sebelumnya mensyaratkan parpol harus memperoleh minimal 25?ri akumulasi perolehan suara sah untuk mengusulkan pasangan calon.
Dengan perubahan ini, syarat pengajuan pasangan calon kepala daerah kini didasarkan pada jumlah suara sah dari daftar pemilih tetap, bukan hanya pada perolehan kursi di DPRD.
Berikut amar putusan MK yang mengubah isi pasal 40 ayat (1) UU Pilkada:
Partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan sebagai berikut:
Untuk mengusulkan calon gubernur dan calon wakil gubernur:
a. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 10% di provinsi tersebut.
b. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2 juta jiwa sampai 6 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 8, 5% di provinsi tersebut.
c. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 6 juta jiwa sampai 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 7, 5% di provinsi tersebut
d. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 6, 5% di provinsi tersebut.
Untuk mengusulkan calon bupati dan calon wakil bupati serta calon wali kota dan calon wakil wali kota:
a. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250 ribu jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 10% di kabupaten/kota tersebut.
b. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250 ribu sampai 500 ribu jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 8, 5% di kabupaten/kota tersebut.
c. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 500 ribu sampai 1 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 7, 5% di kabupaten/kota tersebut.
d. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 1 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 6, 5% di kabupaten/kota tersebut. (*)