Makassar, ININEWS - Pasca terbitnya keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60 dan 70 pada 21 Agustus 2024, kondisi kebangsaan memanas.
Pemerintah yang dimotori oleh Badan Legislatif (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, merespons hal itu dengan menggelar rapat khusus untuk merevisi UU Pilkada.
Rapat yang digelar marathon dalam sehari kemudian berakhir dengan rencana menggelar Rapat Paripurna untuk mengesahkan revisi UU Pilkada yang seakan-akan menganulir keputusan MK. Akibatnya, demonstrasi berskala besar tak terhindarkan pada Kamis (22/08) kemarin hingga saat ini.
Setidaknya 97 orang Guru Besar dari berbagai fakultas di Universitas Hasanuddin menilai bahwa tengah terjadi pembangkangan dan pembegalan Konstitusi di negeri ini.
Tindakan DPR-RI yang secara sepihak mengatur dan mengubah UU Pemilihan Kepala Daerah dengan tidak berdasar pada Keputusan MK Nomor 60 dan Nomor 70, dipandang para guru besar ini sebagai ancaman bahaya otoritarianisme yang seakan mengembalikan Indonesia ke era kolonialisme dan penindasan.
Menurut mereka, dilansir dari ININews Sulsel, tindakan yang diperlihatkan para anggota DPR sepertinya tidak lagi mewakili aspirasi dan kepentingan rakyat karena tidak mengindahkan tata aturan yang berlaku.
Baca juga:
Tony Rosyid: Anies, JIS, No Rasis
|
Oleh karena itu, mereka menerbitkan pernyataan keprihatinan yang diterima Jumat (23/08/2024) sebagai berikut:
1. Bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat bagi semua, termasuk semua lembaga tinggi negara sehingga tidak ada alasan untuk tidak menerimanya.
2. Bahwa Pembahasan revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah dengan mengabaikan putusan MK No. 60/PUU-XXII/2024 dan No.70/PUU-XXII/2024 sehari setelah diputuskan secara jelas dan nyata telah menciderai sikap kenegarawanan yang dituntut dari para wakil rakyat.
3. Bahwa sama sekali tidak ada dasar filosofis, yuridis, maupun sosiologis yang dapat dan bisa dipertanggungjawabkan untuk mengubah persyaratan usia calon kepala daerah termasuk besaran kursi parpol melalui revisi UU Pemilihan Kepala Daerah.
Baca juga:
Tony Rosyid: Harlah PPP Rasa NU
|
4. Bahwa perubahan tersebut berpotensi menimbulkan sengketa antarlembaga tinggi negara seperti Mahkamah Konstitusi dengan DPR dan juga MA sehingga kelak hasil pilkada justru akan merugikan seluruh elemen masyarakat karena bersifat kontraproduktif dan akan menimbulkan kerusakan kehidupan bernegara.
5. Bahwa Kami tersentak dan sangat geram atas sikap serta tindak laku para pejabat baik di tataran eksekutif, legislatif, maupun yudisial yang sangat arogan dan secara nyata telah mengingkari sumpah jabatan mereka.
6. Bahwa Kami sangat prihatin dan cemas akan masa depan demokrasi Indonesia yang akan menghancurkan bangsa ini. Seharusnya anggota Dewan yang terhormat semestinya mengawal dan menjamin keberlangsungan Reformasi namun justru telah berkhianat dengan menolak mematuhi putusan Mahkamah Konstitusi yang secara nyata memberi keadilan dalam perlakuan yang sama dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah.
7. Bahwa Kami menuntut untuk menghentikan revisi UU Pilkada serta Meminta KPU segera melaksanakan putusan MK No. 60 dan No. 70 tahun 2024 demi terwujudnya kedaulatan rakyat berdasarkan Pancasila.
Para guru besar yang terdaftar namanya dalam pernyataan sikap tersebut diantaranya adalah Andi Asadul Islam, Muhammad Alif KS, Aminuddin Syam, A. Rakhman Laba, Irawan, Muh. Tamar, Syarifuddin Syarif, M. Dhamra U, Radjuddin, Juanda Nawawi dan Harun Achmad.
Juga ada nama Muh. Altin Massinai, Gagaring Pagalung, Marsuki, Citra, Amran Razak, Aminuddin Ilmar, Yusnita Rifai, Muhammad Asdar, Rabina Yunus, Nurpudji, Dian A.S. Parawansa, Nita Rukminasari, Hasanuddin Tahir serta Muhammad Ali.
Selain itu juga tercantum nama M. Idrus Taba, Muhammad Ali, Idayanti Nursyamsi, Abdul Razak Munir, Sitti Nurani, Anis Anwar, A. Arsunan Arsin, Supratman, Muh. Yusuf, Kartini, Makbul Aman, Wahyu Piarah, Yushinta Fujaya, dan Arifuddin.
Tak ketinggalan nama Zuryati Djafar, Rinaldi Sjahril, Muhammar Arsyad Thaha, Idrus Paturusi, Haryati, M. Hendra Chandha, Ardo Sabir, Herry Sonjaya, Gusnawaty, A. Indahwaty, Yahya Thamrin, Muhlis Hadrawi, Ridwan Amiruddin dan Nurhaedar Jafar.
Ada pula nama Gemini Alam, Muh. Saleh Pallu, Faisal Abdullah, Rusnadi Padjung, Rosdiana Natzir, Agussalim Bukhari, A. Zulkifli, Jalaluddin, Tadjuddin Maknun, Musrizal Muin, Triyatni Martosenjoyo, Jasmal A. Syamsu, Arifin, A. Niartiningsih, Amran Achmad, Asmuddin Natsir, serta Darmawansyah.
Selebihnya adalah Nur Ilmi Idrus, Bachtiar Murtala, Firzan Nainu, Baharuddin Patandjengi, Budiman, Fatma Maruddin, Hastang, Bulkis, Andi Dian Permana, Paroka, Rasmidar Samad, Adji Adisasmita, Anwar Borahima, Nursini, dan Mediaty.
Nama guru besar lainnya adalah Alimuddin, A.M. Ichsan, Musran MZ, Metusalach, Sudirman Baco, Tasrief Surungan, Haerani Rasyid, Salama Manjang, Halmar Halide, Aslina Asnawi, Muh. Akbar, Rahmawati Minhajat dan Moh. Ivan Azis. (*)